Sabtu, 19 April 2014

Peran Ayah dalam Pendidikan Anak



Pendidikan anak dalam keluarga merupakan bentuk kepedulian orang tua baik ayah maupun ibu terhadap kehidupan anaknya. Peran ayah dalam pendidikan anaksangat besar. Ayah yang terlibat dalam pendidikan anak, akan memunculkanmodel baru prilaku anakyaitu kompensasi maskulin.  Model prilaku ini yaitu sifat maskulin yang berlebihan, tetapi akan berubah di waktu tertentu  menjadi feminine dalam arti sikap ketergantungan. Maka dalam diri anak terjadi campuran sifat antara sifat tegar (maskulin) dan sifat ketergantungan (feminin). Kuat atau tidaknya sifat ini tergantung pada usia berapa anak tidak lagi mendapatkan pendidikan dari figur ayah.

Jika tidak lagi mendapat pendidikan dari figur ayah maka anak akan berusaha mencari figur lain misalnya guru di sekolah, tetangga, teman, bahkan para pemain sinetron di televisi yang kemungkinan tidak edukatif. Hasilnya anak mengenal dan meniru apa yang dia lihat sebagai pengganti figur ayahnya yang hilang. Lambat laun anak akan terpengaruh lalu meniru bahkan menerima nilai-nilai dari figur-figur pengganti ayahnya tersebut sebagai aturan hidup yang wajar bagi kehidupannya kelak.

Alangkah baiknya jika ibu dan ayah sama-sama berperan serta menggunakan waktu sebaik mungkin bersama anak. Ayah dan ibu dapat melakukan kegiatan yang berkualitas melalui metode serta strategi yang dapat memunculkan nilai-nilai emosional anak. Rutinitas berupa kontak orang tua dengan anak tidak menjadi standar ukuran dan jaminan. Namun, sejauh mana kualitas serta intensitas pertemuan itu diterima oleh anak.

Ross Park dan Kevin Mac Donal dalam "Parent-Child Physical Play: The Effect of Sex and Age of Children and Parents" mengatakan bahwa para ayah yang menghadirkan tingkat permainan fisik tinggi bagi anak-anaknya maka anak-anaknya menjadi paling terkenal di antara teman-teman sebayanya. Namun, jangan menghadirkan permainan fisik yang tinggi tetapi bersifat sangat memerintah dan memaksa karena anak-anak akan memiliki nilai popularitas paling rendah. Kemudian, para ayah yang senang memberikan permainan dengan kecaman dan hinaan maka anak-anak mereka memiliki tingkah laku yang agresif serta sering menemukan kesulitan belajar di sekolah. Sedangkan para ayah yang menjaga interaksi positif serta membiarkan anak-anaknya yang mengarahkan jalannya permainan maka anak-anaknya akan memiliki hubungan yang baik dalam pergaulan dan nilai akademisnya bagus.

Ahli psikologi Ronald Levant dalam "Fatherhood Project"-nya menyampaikan bahwa ayah memiliki kemampuan mengenali serta menanggapi emosi anak-anaknya secara konstruktif dibanding ibu. Maka, ayah sangat berperan dalam menangani tantangan kenakalan yang akan dihadapi anak atau remaja sebagaimana diketahui, tantangan pergaulan remaja sekarang jauh berbeda dengan dulu. Narkoba, tawuran, gang motor yang kriminal, pornografi dan pornoaksi merupakan bentuk kenakalan remaja yang sudah menunggu di pintu sekolah anak-anak atau mungkin sudah berada di dalam rumah.

Ayah di mata masyarakat kita masih dianggap sebagai kepala rumah tangga mempunyai tugas dan tanggungjawab besar yaitu sebagai pencari nafkah. Akibatnya, hampir semua ayah sibuk bekerja mengumpulkan uang dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga ayah menyerahkan sepenuhnya tentang pendidikan anak kepada ibu atau pembantu.  Pada dasarnya, ayah mempunyai peran penting dalam menyiapkan kesuksesan masa depan anak-anaknya. Beberapa literatur mengatakan bahwa anak yang tidak mendapatkan pendidikan dan pengasuhan yang benar dari ayah maka akan mengalami kerusakan psikologis yang dikenal dengan Father Hunger. Anak tersebut akan menunjukkan sikap negatif yang merugikan masa depannya. Diantara sifat negatif tersebut antara lain adalah: sifat rendah diri, kekanak-kanakan, terlalu bergantung kepada orang lain, ambigu seksual dalam arti untuk anak laki-laki cenderung mencontoh ibunya sehingga condong ke sifat perempuan sedangkan anak perempuan menjadi lebih tomboy karena ingin melindungi ibunya, kesulitan belajar, serta kurang berani mengambil keputusan karena jiwa anak yang cenderung emosional dan kurang rasional. 

Perlu kiranya bagi seorang ayah mencontoh sifat-sifat ibu dalam mendidik anaknya yaitu:

Pertama, pandai meredam emosi. Saat melihat anak melakukan hal yang salah jangan langsung marah dengan menghukum anak, tetapi ajaklah anak ngobrol dari hati ke hati dan mintalah agar anak tidak lagi mengulang kesalahannya. Berikanpujian kepada anak jika ia mengakui kesalahan dan mengubah perilakunya menjadi baik.

Kedua, lebih sering berkomunikasi. Ajaklah istri dan anak ngobrol atau diskusi sebab dengan berkomunikasi intim, ayah dapat memperkuat hubungan dengan keluarga. Dengan komunikasi yang baik, maka ayah akan memiliki waktu bersama anak yang lebih berkualitas.

Ketiga, memiliki banyak teman. Meluangkan waktu untuk bertukar kabar dengan teman dimasa sekolah atau kuliah atau sekedar ikut acara reuni dengan teman lama dapat membuat ayah lebih rileks dan kemungkinan lebih banyak mendapatkan informasi tentang pendidikan anak.

Seorang anak bukan hanya membutuhkan harta dan materi saja, Namun, perlu porsi pendidikan dan kasih sayang yang pas dari kedua Ayah dan Ibunya. Maka, mulai saat ini bagi ayah untuk bersegera menyisikan waktu demi kebaikan anak kita.

Nuryah, S.Pd.I
Guru Pendidikan Agama Islam SMP Budi Utama Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar