Sabtu, 19 April 2014

Pendidikan Nilai Bagi Mahkamah Konstitusi



Sebuah ungkapan dari seorang tokoh penting di negeri ini yaitu “profesi montir  lebih sulit daripada profesi dokter”. Menurut dia profesi montir lebih sering mendapatkan respon yang tidak mengenakkan dibandingkan dokter. Kalau profesi dokter paling enak, yang menyembuhkan penyakit Tuhan sedang yang mendapatkan honor dokter. Kalau pasien meninggal, dokter dengan gampang menyebut, “ini takdir Tuhan”. Hal ini berbeda dengan montir, kalau mobil yang dibetulkannya tambah rusak, tidak bisa beralasan, sudah takdir Tuhan. Ungkapan tersebut melukai perasaan sejumlah kalangan. Apalagi yang mengucapkan adalah seorang yang berpendidikan tinggi. Sungguh memalukan negeri ini.

Ungkapan di atas mungkin akibat pelaku tidak mendapatkan pendidikan karakter sejak dini. Pendidikan karakter, nilai, moral, etika, akhlak, agama, akan beda hasilnya kalau diajarkan kepada anak sedini dan seintens mungkin.Sikap menghargai terhadap pekerjaan orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun tidak mudah merendahkan pekerjaan oranglain.Sikap menghargai pekerjaan orang lain hendaknya terus dilatih hingga dewasa. Misalnya saat bermain, anak perlu disisipkan pendidikan moral dengan mengajarkan untuk saling menghargai pekerjaan orang lain. Melalui pendidikan karakter untuk saling menghargai, setidaknya menjadikan anak tidak egois serta berlaku baik kepada semua orang, termasuk menghargai pekerjaan orang lain. Sikap dan perilaku ini akan muncul apabila seseorang dapat menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melalui pendidikan karakter saling menghargai. Selanjutnya, ia akan selalu terdorong untuk berbuat yang baik kepada orang lain. Hal tersebut sangat berguna agar ketika dewasatidak menjadi penghujat. 

Perlu kiranya kita mencontoh model pendidikan karakter untuk anak SD di Jepang, Di sana selalu ditanamkan nilai-nilai budi pekerti pada anak-anak agar mereka hidup tidak semaunya sendiri, terutama dalam bermasyarakat dan bernegara. Mereka perlu memerhatikan orang lain dan lingkungan. Di jepang, masyarakatnya saling saling menghargai, baik di kendaraan umum, jalan raya, maupun di dunia maya. Karakter seperti itu telah ditanamkan sejak mereka berada di tingkat pendidikan dasar. Anak SD diajarkan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Mereka harus membersihkan serta menyikat WC, menyapu dapur, dan mengepel lantai. Hasilnya, mereka bisa lebih menghargai pekerjaan orang lain. 

Menghargai pekerjaan orang lain adalah salah satu upaya membangun kerukunan hidup. Melalui penghargaan atas pekerjaan orang lain akan membawa manusia untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang saling menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai pekerjaan orang lain adalah sikap yang terpuji .

Sudah menjadi kecenderungan manusia untuk mendapat tanggapan atau penghargaan atas apa yang dikerjakannya. Setiap orang pastinya terdorong untuk terus menghasilkan karya terbaik demi kebaikan dirinya dan orang lain. Maka, upaya dan hasil pekerjaan yang berguna bagi orang banyak hendaknya memperoleh penghargaan yang positif.

Menghargai pekerjaan orang lain hendaknya tanpa melihat kedudukan, derajat, status, maupun warna kulit orang tersebut. Karena bekerja merupakan melakukan atau mengerjakan sesuatu hingga menghasilkan sesuatu yang berguna, bermanfaat, dan bermakna bagi semua orang. Hasil pekerjaan tersebut dapat berwujud benda, jasa, dan sebagainya.

Dalam pekerjaan, kita saling membutuhkan satu sama lain. Namun, kadangkala kita  dengan mudahnya menganggap yang satu kerjanya berat, yang satu lagi kerjanya ringan. Padahal setiap orang punya spesialisasi dalam pekerjaan menurut keilmuan yang dimilikinya. Mustahil jika seseorang hanya mengerjakan satu pekerjaan saja. Apabila semua orang jadi dokter, siapa yang jadi pasien? Walau yang jadi dokter itu enak, sedangkan jadi pasien itu susah.

Mendapatkan kedudukan penting di lembaga super power negeri ini membuat beberapa oknum manusia lupa diri dan sombong. Pekerjaan orang lain itu hina,misalnya dengan mudah mengatakan profesi montir itu lebih sulit daripada profesi dokter. Bayangkan saja jika para dokter sering melakukan mogok kerja karena ungkapan yang tidak beretika tersebut. Belum lagi jika mereka demo dan anarkis, akibatnya inflasi tinggi, dan negara hancur dalam sekejap.

Solusi untuk menghindari kejadian-kejadian penghinaan terhadap pekerjaan lain terulang kembaliyaitu untuk pihak yang direndahkan, maka melupakan pekerjaan atau mogok kerja bukanlah solusi terbaik. Jika seseorang dengan profesi tertentu, misalnya dokter, melalaikan tugas utamanya bisa menyebabkan keadaan menjadi rusak bagi semua pihak. Apabila pihak tertentu merasa diperlakukan tidak adil dan tidak sopan maka musyawarahkanlah. Apabila diabaikan, hendaknya perlu menempuh jalur hukum dengan cara yang santun. 

Untuk pihak yang senang merendahkan pekerjaan orang lain, perlu sekali untuk memikirkan kembali siapa sejatinya dirinya. Dia diciptakan sebagai manusia biasa yang membutuhkan bantuan orang lain. Jika tidak ada yang membantu pekerjaannya, akibatnya dia sendiri akan kesusahan. Pendidikan dia bolehlah sampai profesor, tapi jika tidak ada dokter yang mau mengobati dia atau keluarganya yang sakit akibat hati para dokter disakiti, apakah dia jika sakit menghubungi montir dan dibawanya ke bengkel?Dia mungkin akan berkata “Saya bayar”. Namun, tidak semua orang menghamba pada uang. 

Betapa indahnya jika kita mulai menghargai semua profesi. Mulai dari pemulung, tukang sampah, pembantu rumah tangga, dokter, montir, wakil ketua mahkamah konstitusi, maupun yang lainnya. Semua beranggapan bahwa semua itu profesi yang baik, dan berusaha untuk tidak memperlakukan mereka seperti orang rendahan. Kiranya pendidikan saling menghargai benar-benar urgen bagi kita.

Nuryah, S.Pd.I
Guru Pendidikan Agama Islam SMP Budi Utama Yogyakarta sekarang sedang melanjutkan pendidikan S2 di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.



0 komentar:

Posting Komentar